Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan ada beberapa ketentuan yang perlu dipenuhi guna mengakhiri masa operasional atau pensiun PLTU batubara di Indonesia. MenurutDirektur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan pada Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan KESDM Wanhar, ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi. Pensiun PLTUhanya dapat dilakukan saat adanya kepastian keandalan jaringan.
Lalu, harus ada substitusi dari pembangkit energi terbarukan dan/atau instalasi sistem transmisi. "Adanya kepastian terlaksananya transisi energi yang adil dengan tidak adanya dampak sosial yang negatif dari pensiun dini. Harga pembangkit energi terbarukan juga harus terjangkau dan ketersediaan dukungan pembiayaan internasional,” jelas Wanhar dalam diskusiDialogue on IPP Just Energy Transition Initiatives, Selasa (15/11/2022). Kajian dari Institute Essential Services Reform (IESR) bersama Universitas Maryland menyebutIndonesia membutuhkan dukunganbiaya pensiun PLTU daripendanaan internasional sekitar 4,6 miliar dolar AS pada 2030.
Biaya itu untuk memensiunkan 9,2 gigawatt (GW) PLTU batubara pada 2030. "Pemerintah Indonesia akan bekerjasama dengan International Partners Group (IPG) mewujudkan rencana investasi dalam rangka mendukung pensiun dini PLTU dan juga teknologi rendah karbon lainnya," ujar Warhan. Kerjasamatersebut akan menunjang tercapainya target dekarbonisasi sistem kelistrikan Indonesia.
Antara lain, mencapai puncak emisi sektor kelistrikan sebesar 290 juta ton CO2 pada tahun 2030. Lalu, menyiapkan proyek proyek PLTU yang harus dipensiunkan lebih awal. Serta memastikan capaian bauran energi terbarukan sebesar minimal 34 persen pada tahun 2030.
Wanhar berujar, pengakhiran masa pengoperasian PLTU yang dimiliki oleh produsen listrik swasta setelah perjanjian jual beli (PPA) selesai. Itu berarti mengakhiri masa pengoperasian PLTGU setelah berumur 30 tahun. "Mulai tahun 2030, pembangunan PLTS akan semakin masif. Disusul PLTB, baik di darat maupun di lepas pantai mulai tahun 2037," kata Wanhar.